Selasa, 30 Oktober 2012

Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas quality berastagi. — Presentation Transcript


  • 1. Betlehem Ketaren, S.H. Kuliah PTHI 7 di Universitas Quality BerastagiAsas-asas Hukum Pidana
  • 2. 1. PENGERTIANHukum pidana adalah hukum yang mengatur tentangpelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadapkepentingan umum, perbuatan mana di ancam denganhukuman yang merupakan suatu penderitaan atausiksaan.Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentangpelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentinganumum
  • 3.  Pelanggaran dan kejahatan• Pelanggaran: perbuatan yang bertentangan hukum pidana, menyangkut hal-hal yang kecil dan ringan (Mengendarai kenderaan bermotor tanpa memiliki SIM atau bersepeda malam hari tanpa lampu, dll);• Kejahatan: perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana, menyangkut hal-hal yang besar (Pembunuhan, penghinaan, korupsi, pemerkosaan, dll).
  • 4.  Kepentingan umum, meliputi:• Badan dan peraturan negara; negara, lembaga-lembaga negara, pejabat negara, pegawai negari, UU, PP, dst.• Kepentingan hukum asasi manusia: jiwa/raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan dan harta benda.
  • 5.  Penderitaan atau siksaan (Pasal 10 KUHP):• Pidana pokok (utama), meliputi: 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; a. Pidana seumur hidup; b. Pidana selama waktu tertentu (1-20 tahun); 3. Pidana kurungan (1hari-1 tahun); 4. Pidana denda; 5. Pidana tutupan.• Pidana tambahan, meliputi: 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman keputusan hakim.
  • 6. Berlakunya hukum pidana berdasarkankan pada asaslegaliatas.Pasal 1 (1) KUHP:“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan ataskekuatan pidana dalam undang-undang, yang adaterdahulu daripada perbuatan itu”.
  • 7. 2. Pembagian hukum pidanaa. Hukum pidana objektif (ius poenale), yang terdiri dari: a.1. hukum pidana material, yang terdiri dari: a.1.1. Hukum pidana umum a.1.2. Hukum pidana khusus, terdiri dari: - Hukum pidana militer - Hukum pidana pajak (fiskal). a.2. hukum pidana formal (hukum acara pidana)b. Hukum pidana subjektif ( ius puniendi)
  • 8.  Hukum pidana objektif (ius poenale)Merupakan semua peraturan yang berisikan perintah ataularangan dan terhadap pelanggaran terhadap peraturantersebut diancam dengan hukuman yang bersifatpenderitaan.
  • 9. Hukum pidana materialMerupakan keseluruhan hukum yang mengatur tentang: Perbuatan apa yang dapat dihukum; Siapa yang dapat dihukum; Dengan bagaimana orang dihukum.
  • 10.  Hukum pidana umumMerupakan keseluruhan ketentuan hukum pidana yangberlaku untuk setiap penduduk kecuali yang bertugassebagai militer (tentara).
  • 11. Hukum pidana khususMerupakan keseluruhan peraturan-peraturan hukumpidana yang dibuat untuk ditujukan kepada orang(golongan) tertentu berkenaan dengan jabatannya (militer)maupun ketentuan-ketentuan hukum pidana yang dibuatkhusus karena kebutuhan-kebutuhan yang khusus(misalnya hukum pidana pajak).
  • 12. Hukum pidana formal adalah keseluruhan peraturan yangmengatur cara-cara menghukum seseorang yangmelanggar peraturan pidana material.Disebut juga hukum acara pidana, menunjuk padatugasnya sebagai “acara” pelaksanaan hukum pidanamaterial.
  • 13.  Hukum pidana subjektif (ius puniendi) : ialah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan hukum pidana objektif
  • 14. 3. Tujuan hukum Pidana1. Prefentif (pencegahan): untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan melanggar hukum pidana.2. Respresif (mendidik, pemasyarakatan) mendidik seseorang melakuakan perbuatan melanggar hukum pidana, sekaligus mempersiapkannya untuk dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat.
  • 15. 4. Tindak pidana (delik)1. Pengertian tindak pidana (delik )Tindak pidana (delik) adalah perbuatan yang melanggarketentuan hukum pidana material dalam undang-undangyang mengatur hukum pidana, perbuatan manabertentangan dengan undang-undang itu yang dilakukandengan sengaja oleh orang yang dapat mintapertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
  • 16. 2. Unsur-unsur tindak pidanaa. Unsur objektif : - perbuatan (positif atau negatif; melanggar UU) - akibat (mewujudkan akibat yang dilarang, misalnya hilangnya nyawa orang) - keadaan (berkenaan dengan situasi faktual: terhadap kehormatan oranglain: ditempat umum; terhadap pegawai negeri: sedang bertugas, dst).b. Unsur subjektif : - kesalahan (schuld) - kesengajaan (dolus) atau - kelalaian (culpa).
  • 17. 3. Jenis-jenis Tindak Pidana (delik)a. Delik formal dan delik material. Delik formal: kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan, misalnya pencurian (pasal 362 KUHP): dengan selesai “mengambil”, kejahatan terjadi. Delik materil: yang dilarang oleh UU ialah akibatnya. Contoh: Pembunuhan (pasal 338 KUHP). Hilangnya nyawa korban merupakan akibat yang memenuhi syarat terjadinya tindak pidana.
  • 18. b. Delicta commissionis, delicta ommissionis dan delicta commisionis per ommisionen commisa. Delicta commissionis: pelanggaran terhadap laranganyang diadakan oleh undang-undang. Misalnya: dilarangmenipu (pasal 378 KUHP), dilarang mencuri (pasal 362KUHP). Delicta ommissionis: pelanggaran terhadap keharusanyang diadakanundang-undang. Misalnya: orang tidakmelaporkan rencana makar yang diketahuinya. Delicta commisionis per ommisionen commisa: adalahdelik ommisie yang tidak murni. Misalnya: penjaga weselkereta api yang lalai menari wesel sehingga terjaditubrukan kereta api.
  • 19. c. Delik Dolus dan Culpa. Delik Dolus: perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Misalnya: sengaja menghilangkan nyawa orang lain (pasal 338 KUHP).; Delik Culpa: perbuatan pidana yang dilakukan secara tidak sengaja (lalai). Misalnya: karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang lain (pasal 359 KUHP).
  • 20. d. Delik berdiri sendiri dan delik terus menerus. Delik berdiri sendiri, misalnya pencurian, pembunuhan, dll. Delik terus menerus: perbuatan-perbuatan kejahatan berhubungan erat dan dilakukan dengan satu kehendak. Misalnya: pencurian uang di lemari dilakukan pembantu secara berangsur-angsur.
  • 21. e. Delik bersahaja dan delik tersusun-susun. Delik bersahaja: tindak pidana yang praktis (sederhana), misalnya menadah barang. Delik tersusun-susun: tidak pidana yang terdiri dari beberapa perbuaan. Msalnya: menadah barang secara terus-menerus (kebiasaan).
  • 22. f. Delik berjalan habis dan delik berlangsung terus. Delik berjalan habis: kejahatan yang selesai pada saat dilakukan. Delik berlangsung terus: Kejahatan yang berlangsung lama. Misalnya menyandera orang dalam kurun waktu yang lama.
  • 23. g. Delik Aduan dan delik Biasa (commune)Delik aduan: perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan dari korban untuk diperiksa. Misalnya pencurian dalam keluarga, perjinahan, dan lain-lain. Delik Umum (commune): Perbuatan pidana yang tidak memerluan pengaduan untuk penuntutannya.
  • 24. h. Delik Politik dan Delik Biasa (commune). Delik politik: kejahatan yang ditujukan pada keamanan negara atau kepada keamanan kepala negara. Delik umum (commune delict): kejahatan yang dilakukan oleh setiap orang kepada keamanan seseorang.
  • 25. i. Delik Umum (commune delict) dan Delik Khusus. Delik umum (commune delict: Kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang Delik khusus: Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu, misalnya oleh pegawai negeri atau militer.
  • 26. 4. Unsur-unsur Tindak Pidana Ada perbuatan (gedraging); Perbuatan itu sesuai dengan uraian undang-undang (wettelijk omsshrijving); Perbuatan itu dilakukan tanpa hak; Perbuatan itu dapat dibebankan kepada pelaku; Perbuatan itu diancam dengan hukuman.
  • 27. 5. PembenaranTindak pidana(Rechtsvardigingsgronden) Keadaan memaksa/berat lawan (overmacht); Keadaan darurat (noodtoestand); Bela diri (noodweer); Melaksanakan undang-undang (teruitvoering van een wettelijk voorschrift); Melaksanakan perintah secara sah (ambtelijk bevel).
  • 28. Sumber bacaan:1. Drs.C.S.T. Kansil, S.H., “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Cetakan Keenam, 1984.2. Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum., “Pengantar Hukum Indonesia”, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Senin, 29 Oktober 2012

Turi-turin Karo, Nande nge maka Nande


Umang tertindan ku dingding jabu ras rukur sisada ngukuri pergeluhna si dem kinirison. Itadingken bapa si engggo lawes ku taneh pengulihenna, nande tep-tep wari arus kujuma nadingken ia lako muat nakan. Tep-tep wari tading me i rumah sisada, ertemanken pedah-pedah: ula megara api, meseng kari rumahta, ula ku kesain gelah ula karat biang, ula ku tapin gelah ula megulang tah ipan arimo, ula ku peken melala nipe, ula nangkih-nangkih, ndabuh kari banci penggel nahe, ras ula…ula…ras ula!

Enggo latih tan erbaba bana nggergai pintun alu gambar cikcak, enggo latih ukur ngukuri geluh bagi geluh cikcak, enggo latih lahe maba bana erdalan kujah-kuje ngkeleweti jabu, e maka tertindan me maka payo, maka sikap.

  “Andiko, uga mersikna Matawari ah, banci itemperna ijuk si mekapal, banci itembusna bayu-bayu ayo-ayo rumah enda. La banci lang ia sekalak si merawa ras erkuasa. “Bicara ia nandeku, tentu la aku mbiar kerna kai pe”, bage me ukur Umang. Metedeh kal ia ernandeken nande si lalit kebiarenna, e maka la arapna minter me isungkunna Matawari gelah nggit jadi nandena.

 “O, kam Matawari, nggit kam jadi nandeku?. Kueteh kam kalak si erdolat, merawa ras erkuasa. Ikisamkenndu rusur gelap ras iterangingu kerinana alu sinalsalndu si har-har!”. Cirem matawari ras mekuah atena Umang. “Adi bage atendu ikutken aku, kujagai kam ras keleng ateku kam!”, nina Matawari njabap sura-sura Umang.

Nusur me Umang ku kesain jenari iikutkenna Matawari lako ngalur-ngaluri dalan, juma ras dampar taneh iteruh penegu-negun Matawari, si erpengakun jadi nande Umang si mbaru e. Seh i babo Uruk, itadingken Matawari ia, sabap Matawari arus lawes ku inganna pedabuh bana ku reben si mbages seh ku kelbung-kelbungna si mbagesna kal piah enggo bene.

“Iyah, labo kap mbelin kuasa Matawari e kepe, la erdolat nangdangi uruk jine pe!, labo metunggung jadi nandeku!”, nina ka Umang ibas ukurna. E maka minter isungkunna Uruk jadi nandena.

“Uruk, kam kap si erdolat nangdangi Matawari si kuakap kin erkuasa ras merawa. Adi meriah ukurndu, kam ateku jadi nandeku!”, Ituriken Umang ka kerna Manusia nandena si melala kal kelemahenna, e maka mekuah ate Uruk man bana janah erpengue ia jadi nande Umang. Meriah kal ukur Umang e maka isiar-siarina me Uruk e alu ergiah-giah ukurna.

Seh ku sada ingan, jengang Umang ngidah uga Kerbo alu megegeh nepah ras nontarken Uruk. “Nande, uga kam iban Kerbo enda, merimpuk ras getem kam ibahanna!”, nina Umang. “Nangdangi Matawari tuhu erdolat aku, tapi la aku ergegeh kempak Kerbo. Ate-atena me nnggetemken ras ngerimpukken aku”, nina ka Uruk alu manjar-anjar. “Ih, adi bage, lapadah surung kam jadi nandeku!”, nina Umang janahna lawes ndahi Kerbo.

“Kerbo, kam kepe si merawana, la kap erdolat Uruk ilebe-lebendu, sura-surangku…, adi meriah ukurndu kam min jadi nandeku, lanai ateku si deban!”, nina Umang alu merendeh.

“Ukurkenlah manjar-anjar Umang, ula kari mobah-obah lalap ukurndu. Aku tuhu erkuasa ras erdolat nangdangi Uruk, tapi sitik pe la aku erdolat nangdangi Tinali. Kentisik nari idahndu me aku itarik Tinali kuja atena babana kuje arus aku ngikur-ngkur”, nina Kerbo alu tangkas ras bujur. “Lang, labo tuhu, kam me sikudarami labo sideban!”, nina Umang alu meseksek. “Kamlah ngukurkensa, adi payo bage atendu, aku pe meriah nge ukurku!”, nina Kerbo.

Erburak ka ukur Umang sabap atan pemindonna, tapi la ndekah ngidah uga persui  ate Kerbo irintak-rintak Tinali dingen mabasa kujah-kuje bagi ate-atena, tangkas me man Umang maka la lit kuasa, rawa ras dolat Kerbo nangdangi Tinali si kitik jine pe, e maka minter erpenulak ukurna. Alu la ngata cuan, sinik-sinik itadingkenna Kerbo nandena ras idaramina paksa si tengteng lako nungkun Tinali jadi nandena.

“O Tinali, kam me si erdolat, si merawa ras si erkuasana kap kepe. Enggo kuidah uga perbahanenndu nangdangi Kerbo si erkuasa nangdangi Uruk si meganjang. Adi meriah ukurndu, kamlah jadi nandeku!”, nina Umang alu mindo.

“Ukurken manjar-anjar Umang, petetaplah ukurndu. Aku tuhu erkuasa nangdangi Kerbo, tapi nangdangi Menci la lit kuasaku. Mbiar kal aku ngidah Menci sabap ntelap kal ipenna ras asa ikeretna retap me aku!”, nina Tinali alu tuhu dingen tengteng. Tapi la tek Umang, e maka alu meseksek ka ipindona, piah Tinali pe lanai beluh ersumekah.

Jenari iidah Umang me uga kata nandena Tinali e  jadi. Tupung manjar-anjar reh menci, ikaratina me Tinali seh sar-sar ibahanna. Ngidah-ngidah si e turah ka me ukur Umang nungkun Menci jadi nandena.

“Menci, kam ateku jadi nandeku, enggo kuidah uga kuasandu nangdangi Tinali si erdolat nangdangi Kerbo. Ilebe-lebendu labo kai pe ertina Tinali janah sar-sar mis ibahanndu!”, nina ka Umang muji-muji Menci gelah nggit jadi nandena. “Kam lah ngukurkensa, adi payo akapndu aku jadi nandendu, ikutken aku!”, nina Menci alu la mbue ngerana. Erburak me ukur Umang tapi la ndekah. Tupung jumpa ras Kucing minter lompat berteng Menci sabap ceda kal jantungna ras mbiar kal ia mate. Natap-natap perlompat berteng Menci minter kal sambar ukur Umang ras minter ka isungkunna Kucing gelah nggit jadi nandena.

Sope ngerana Umang, minter erbelas Kucing sabap enggo iangkana ukur Umang. “Umang, enggo ndauh dalan sinidalanindu, oratna min enggo tangkas ietehndu maka la lit si serta ibabo kendit enda. Kerina kalak lit me kelebihenna janah lit ka kekurangenna. Adi aku, labo lit pandangenku nangdangi nandendu si Manusia e. Ikepkepna kam asa ukurna lit bage pe aku. Iberena ampunna jadi inganku erlolah-lolah janah isikapkenna pe nakanku. Adi nangdangi aku si la anakna pe ibahanna perbahanen-perbahanen si dem kiniulin tentu lebihen kang ibahanna nangdangi kam si anakna kin. E maka…, adi ningku…”.

Langa dung Kucing ngerana pe minter sedar me Umang nangdangi kuasa, dolat ras rawa nandena, si e kerina teridah dingen tergejap kap ibas tempas kekelengenna. “Iasaken nande nahanken kiniseran, ngalaken kebiaren ras ngampang-ngampangi bana ibas penerpan kerina kinirison gelah banci aku terkelin kap!. Oh nande nge maka nande!”, nina Umang janahna mulih ku rumah ndahi nandena alu erburak tuhu-tuhu ukur ras kekelengenna.

Mulihi Isuratken ras ibunga-bungai, Betlehem Ketaren.
Ermeriah ukurlah si rumah denga Nande Kekelengenta, banci denga itami-tami asa ukurta lit. (Si lanai rumah, mari sitotoken).

PERSADAN KETAREN MERGANA & ANAK BERUNA SE-SUMATERA UTARA TERBENTUK

BETLEHEM KETAREN (BERASTAGI)

Sebanyak 288 orang Ketaren Mergana dan Anak Beruna berkumpul di Jambur Diakonia GBKP Namo Terasi Langkat Sabtu 14 Juli 2012 dalam rangka Mburo Ate Tedeh (Melepas Rindu) dan membentuk Persadan Ketaren Mergana dan Anak Beruna se Sumatera Utara.

 “Ketaren Mergana, dimanapun berada pada mulanya berasal dari Raya Tanah Karo. Ketaren Mergana merupakan keturunan nini Togan Raya dan nini Batu Malar yang sakti mandraguna dan mendirikan Kampung Raya sebagai kuta perbapan Karo-karo Sepulu Dua Kuta. Nini Batu Malar kemudian pergi ke Jahe dan mendirikan banyak banyak Kampung yang sampai sekarang dikenal sebagai kuta-kuta panteken Ketaren seperti Sibolangit, Sembahe, Tiang Layar, Kuta Mbelin dan seterusnya di Deli Sedang dan juga banyak Kampung di Langkat di bekas Kedatukan Serbanaman dan kedatukan Hamparan Perak”, demikian dikatakan Drs. Neken Ketaren dalam sambutannya.

“Karena kita merap (mencar) namun satu darah satu identitas maka wajar saling merindukan. Kita pernah menjalin komukasi dan silaturahmi dalam Persadaan Ketaren Mergana se Kodya Medan, namun belakangan ini telah terjadi kevakuman dan perlu diperbarui lagi”, lanjut Guna Ketaren memaparkan tentang latar belakang pertemuan ini.

Ir. Kataersada yang memperkenalkan diri sebagai sekretaris Lembaga Permusyawaratan Kebudayaan Karo. “Besar kemungkinan kita Ketaren berasal dari India. Saya pernah berkenalan dengan orang India di pesawat, mengetahui saya Ketaren dia mengatakan bahwa di India ada Kampung bernama Ketaren” demikian kata Kataersada.

Otniel Ketaren, Kumala Ketaren, Budi Ketaren dan beberapa saudaranya (cucu alm.Sanggup Ketaren mantan Walikota Siantar) bersama masing-masing utusan juga saling memperkenalkan diri dalam acara yang berlangsung dengan penuh keakraban dibarengi bagi-bagi pengalaman tentang sejarah Ketaren Mergana sebagaimana yang masih dapat dikenang mereka berdasarkan tenah (pesan turun temurun) itu.

Selanjutnya dengan runggun (rapat) yang dihaturkan Anak Beru dicapai kata sepakat bahwa dalam dua minggu ini akan diadakan rapat utusan terbatas dari kampung-kampung panteken Ketaren Mergana guna membentuk susunan kepengurusan. Sistem perutusan ditetapkan dalam rapat itu untuk menjamin terpilihnya pengurus-pengurus yang patut dan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Mirton Ketaren, S.Sos, Eddy Ketaren dan Arjuna Ketaren terpilih sebagai utusan Kabupaten Karo, Guna Ketaren, Tolen Ketaren Guna Ketaren dan Sudirman Ketaren SH sebagai utusan Deliserdang serta Tima Ketaren sebagai utusan dari Langkat.

Utusan-utusan tersebut selanjutnya dalam rapat ini ditugasi selain untuk membentuk susunan kepengurusan, juga membuat Anggagaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persadan serta mempersiapkan pertemuan paripurna mendatang yang telah ditetapkan akan dilaksanakan enam bulan mendatang.

PERBERGU, PERMALIM ATAU HINDU KARO?


Dulu suku Karo dipandang tidak lebih dari bangsa kafir atau orang yang tidak percaya. Orang Kristen melihat suku Karo lama sebagai pagan atau penyembah berhala. Bagi etnolog Eropa, khususnya dari abad kesembilan belas dan permulaan abad ke dua puluh, yang banyak di antaranya terdiri dari kalangan misionaris atau para peneliti, suku Karo diangap golongan rakyat animis, atau penyembah roh-roh nenek moyang dan roh-roh halus.

Orang Karo, yang dalam dunia tradisionalnya, tidak membedakan antara kategori-kategori seperti “religion”, (agama), “magic” (kekuatan gaib), “custom” (adat istiadat), “culture” (budaya), “belief “” (kepercayaan), dan “ceremony” (perayaan).

 Berdasarkan uraian diatas, agama tradisonal Karo sering diidentikkan dengan istilah Perbegu. Perbegu erat kaitannya terutama dengan keberadaan begu, yakni roh-roh orang yang sudah meninggal. Ada berbagai acara ritual dan seremoni berhubungan dengan begu.

Dalam bahasa Indonesia modern istilah perbegu memberikan konotasi negatif seperti primitif dan sejenisnya, namun pada kenyataannya, tidak selalu demikian. Seorang penulis baru-baru ini telah mengumukakan bahwa perbegu adalah istilah yang dipakai para misionaris dalam menterjemahkan kata“heiden” atau pagan atau kafir yang bersumber dari istilah Islam.

Orang-orang Karo sendiri lebih senang disebut kiniteken sipemena (bentuk kepercayaan asli) sebagai aliran kepercayaan kuno. Mereka bahkan lebih senang disebut beragama Hindu Karo daripada Perbegu, maka pada perkembangannya istilah perbegu mengalami pergeseran atau menghilang dari tulisan-tulisan mengenai kebudayaan Karo.

Pada jaman lama itu pada kepercayaan Karo tidak ada Kitab Suci dalam suatu bentuk yang tertulis, dan juga dapat ditemukan adanya ketidakkonsistenan, yakni unsur-unsur yang tidak dapat diperdamaikan secara keseluruhan tanpa penyimpangan. Adat-istiadat juga nampaknya berbeda pelaksanaannya pada tiap-tiap daerah yang berbeda.

Unsur yang paling penting pada kepercayaan lama  adalah begu, yakni roh seseorang yang sudah mati, dan secara khusus roh-roh nenek moyang yang telah lama meninggal. Menurut kepercayaan Karo, begu adalah jiwa atau tendi dari orang yang telah meninggal. Hal ini diungkapkan dari ungkapan populer berikut :

  - tendi jadi begu                  :   jiwa menjadi roh
  - buk jadi ijuk                      :   rambut  menjadi serat hitam kesat
 -  jukut jadi taneh                 :   daging menjadi tanah      
 -  tulan menjadi batu            :   tulang menjadi batu   
 - dareh jadi lau                    :   darah menjadi air
kesah jadi angin                 :   nafas menjadi angin

Tendi atau jiwa dapat dikatakan sebagai sumber dan dasar kehidupan dan kekuatan seseorang, yang diterima sebelum lahir, yakni pada waktu mana gerakan-gerakan pertama dari anak yang belum lahir, dapat dideteksi.
  
Tendi manusialah yang membuat seseorang berbeda dari binatang, yang memiliki jiwa atau tendi khusus, dan inilah sifat spiritual dari dunia spiritualitas (kinitendin), yang membuat seseorang berbeda dari semua makhluk ciptaan non manusia. “Manusia lain asang rubia-rubia erkiteken kinitendinna” adalah ungkapan bahasa Karo yang masih berlaku sampai sekarang ini.

Tendi  atau jiwa dapat meninggalkan tubuh, atau dijauhkan atau dipisahkan oleh pengaruh begu atau si jahat, yang melahirkan ketidaksadaran, koma atau kematian, bergantung kepada periode kevakuman tendi atau jiwa itu sendiri. Banyak sifat tendi diarahkan untuk menjamin bahwa tendi adalah suatu substansi dan tidak dapat disentuh sehingga tidak mengherankan dan akan tetap aman dari kekuasaan dan pengaruh yang menyesatkan.

Bisa dikatakan bahwa tendi berada dalam seluruh tubuh, akan tetapi lebih terbukti lagi, sebagaimana dikatakan oleh sekelompok orang bahwa tendi lebih terkonsentrasi pada tujuh titik-titik penting, yakni pada denyut tangan kiri dan kanan, lengan teratas kanan dan kiri, fontanel, jantung dan leher. Hal ini dikaitkan dengan gerakan-gerakan normal dan refleks tubuh.

Tendi atau jiwa terdapat pada bagian-bagian yang terpisah dari tubuh seperti rambut dan bantalan kuku, dan sebagian besar terdapat dalam plasenta dan cairan yang ditemukan selama proses kelahiran.

Plasenta sering dikubur secara cermat di bawah kolong rumah dan tendi-nya sering dianggap sebagai kembaran anak yang baru lahir dan yang akan memanggilnya sebagai agi (adik, baik laki-laki atau perempuan) yang terdiri dari jenis kelamin yang sama sebagai anak, dan sering menyampaikan doa di saat hendak tidur.

Cairan amniotik juga dianggap sebagai “substansi lain dalam diri” dan disebut kaka (kakak atau saudara yang lebih tua), dengan agi yang memiliki roh  plasenta, dapat pula dipanggil untuk meminta bantuan di saat menghadapi bahaya.

Tendi dapat hadir dalam seluruh organisme hidup dan dalam sejumlah benda mati yang memiliki kekuatan besar seperti besi. Padi dikatakan pula memiliki jiwa atau tendi yang sangat kuat dan dipergunakan dalam acara ritu pemberkatan untuk menguatkan tendi manusia, misalnya, mengembalikan seseorang yang telah lama menghilang.

 Dalam diri seseorang tendi akan membentuk tiga lapisan, yakni kula (tubuh), tendi (jiwa) dan kesah (roh atau nafas), dan setelah kematian, setiap bagian ini akan mengalami nasib yang berbeda. Tubuh, yang terdiri dari rambut, daging, tulang dan darah, akan semakin menyusut menjadi bagian dari tanah sebagai bahan dasar pembentuknya. Jiwa yang membentuk kepribadian dan identitas individu, akan menjadi begu yang tinggal dengan caranya sendiri. dan nafas atau roh akan segera menghilang ke udara.

Tendi merepresentasikan kekuatan hidup yang diamati dalam diri umat manusia dan makhluk hidup lainnya, suatu kekuatan hidup yang penuh dengan misteri.

ERDOSA ERKITEKEN DILAH


ERDOSA ERKITEKEN DILAH


Ise kin si erpengakap maka ia kalak si ragama? Adi la ijagana dilahna sia-sia me ia eragama e, janah itipuna dirina (Jak. 1:26). 

Ise kin si la ersalah erkiteken perkatanna, ia me kalak si serta si ngasup ngaturken kerina anggota badanna. Megati si idah kalak namaken sangam ibas babah kuda, gelah ia ngikutken kai sinikataken perkuda-kuda. Alu sangam e itama,  kuda pe banci erdalin ras erdahin rikutken sura-sura si si mada kuda. Nehenlah pe kapal-kapal, gia galang kapal e, ras galang ka ombak si atena ngole-ngolekensa, tapi banci erdalan mehuli rikutken sura-sura si mabasa, erkiteken lit putar-putarna, gia kitik tapi mbelin kal ertina.

Bagem pe dilah, gia ia anggota badan si kitik biakna, tapi erkiteken perasatna banci jadi ipegalangna perkara si kitik, apai ka perkara si galang. Bagi sada nakan colok si ngkernepken sada kerangen, bagem pe dilahta ngasup maba badanta kerina ku api neraka si gularah la erngadi-ngadi.

Kerina rubia-rubia subuk si kiam-kiam ba gepe si nggarang, binurung-binurung si nggeluh i lau kerinana banci ipelemuk alu diajari erkelangken dilah manusia, tapi sekalak jelma pe la mesunah akapsa pelemuk dilahna jine. dilah meliar liaren asang linggarung, dilah erbisa, bisana gegehen asa bisa nipe upar. Tapi arah dilah e ka me kita muji Tuhan, janah erkelangken dilah si nipuji kita me kita itepa sue ras tempasNa, janah arah dilah si e ka me kita ncekuraki, numpahi tah pe ngisakken temanta manusia si ia pe itepa sentudu ras tempasNa.

Dilah si Ercabang


Sekalak malim galang-galang i ingan medemna nimai kerehen malekat si ngelegi ia. Dilahna si ercabang enggo ngelketti geluh ras perbahanenna. Tupung si e reh ka me sekalak diberu, si ia me ndube mabai malim e melket gelarna, tapi metedeh gelah jera. “Pastor, erkadiola aku kerna dosa-dosangku, enggo kubahan melket gelar ras geluhndu!, …katakenlah kai si arus kubahan?” nina alu iluh si erdire-dire mambur seh ku tentenna.

Itarik malim e bantal si jadi kalanguluna iteruh takalna si enggo kote, ras isehkenna man diberu e, nina: “Laweslah ku menara gereja, bukalah bantal enda ras kuseken kerina mbulu ndrapati si lit ibas!”.

Diberu e ndalanken kai si nipedahkenna. Angin si rembus minter maba mbulu-mbulu e marpar merap ku kerina desa. E maka mulihken ka me diberu e ndahi malimna. “Gundari pepulunglah kerina mbulu nderapati si enggo marpar merap e janah masukken mulihi kurung ku bantal!. “Tapi pastor, uga kubahan”, nina diberu e. “Enggo ipemerap angin ku sebelang-belang ingan.

“Bagem pe, lanai banci iulihkenndu mulihi gelarku si enggo ipemelket ras si nikisamkenndu!”, nina si malim.  Kalak Sepanyol ngataken: “Ise si nehken berita bual bandu, ia pe tentu nehken kujah-kuje maka kam perbual kap”. Kalak Italia ngataken: “Dilah la ertulan, tapi banci nggetemken tulan-tulanndu!”. Kalak Cina pe ngataken: “Tuhan nepa dua pinggel manusia janah sada ngenca babah itepana. E maka engkai maka la kita dua kali ndengkehken sope melala ngeranai?”. St. Karmilus de Lelis ngataken: Rukurlah alu benar, Ngeranalah alu benar ras Erlagulalah alu benar. Teluna enda me, si alu perkuah ate Dibata mabai manusia ku surga!”.

Uga jadina Adi  "Jesus" La Njagai DilahNa? 

           
Nangdangi Wari Raya Paska, ilakoken me sada derama si mbelin kerna kegeluhen Jesus sope denga ia ngenanami kiniseran, mate janah keke. Tupung seh ku turi-turin perjumpan Jesus ras Sakius, jadi me bagenda:

Umat salu ras-ras muat batang kayu ras namakensa i kesain gereja. Tupung ibenaken lakon derama, Sakius nangkih batang e, tapi erkiteken batang kayu e galang ras la mbages batangna isuanken, maka iembus angin menam-menam mbulak me atena. Mbiar kal Sakius ras idakepna batang kayu e asa gegehna ras matana pe menam-menam ndarat perbahan biarna. Si turin ajar-ajar ras turin Jesus ras kalak si enterem enggo gugup i teruh batang kayu e. “E Sakius galang mata, nusur ko!” Ngilas kal ate Sakius sabab ikataken si galang mata, tempa-tempa ipebali ras nurung belang mata, maka la ia nggit nusur.

E maka merawa si turin Jesus ras iugur-ugurna batang kayu e. “Engkai ko maka la megiken kata Sakius, mate atem…”, nina ka alu ipegalangna ka matana. Maka ibas wari si e, nakan tasak si enggo sikap irumah turin Sakius lanai surung ipan turin Jesus ras turin ajar-ajarna. Em Adi Jesus la ngasup njaga dilahna.

RURUN, IDENTITAS KARO YANG UNIK

 RURUN, IDENTITAS KARO YANG UNIK

(Betlehem Ketaren)

Sesungguhnya masyarakat Karo memiliki seni budaya yang amat kaya, merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan bahwa kebudayaan Karo merupakan salah satu khazanah kebudayaan Nasional, memiliki keunikan serta daya tarik tersendiri, juga tidak perlu disangkal. Kebudayaan Karo sebagai suatu “local genius” juga harus berhadapan dengan kebudayaan global dengan buah simalakama-nya, yang bila response terlalu besar dan challance terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi sedangkan bila terlalu challance besar dan response terlalu kecil akan mengalami kehancuran, juga merupakan bagian ritme bahkan irama kehidupannya yang konkrit.

               Kalau kita tinggal di Padang Bulan atau di Kampung Lalang, atau mungkin pergi dan berdiam di Cililitan atau juga di Peninggaran di Jakarta dimana banyak orang Karo berdiam dan tentu dapat menemukan orang yang berasal dari daerah Singalur Lau (Tiga Binanga dan sekitarnya), maka kita akan sering mendengar orangtua memanggil anakna, pemuda menyapa pemudi dengan nama alias yang disebut dengan “rurun”.
          Kata rurun berasal dari kata “uru-urun”, menurut Karo-Indonesia sebagaimana ditulis Darwin Prinst (Bina Media, Medan 2002), berarti “nama panggilan”, “julukan” atau “nama julukan”, yang ditujukan guna “menggoda”, “mengolok-olok”, “meledek” atau dalam bahasa Karo disebut dengan “nguru”.

            Dalam kehidupan masyarakat Karo, perbuatan mengolok-ngolok, meledek atau menggoda dengan rurun ini merupakan perbuatan berdasarkan kebiasaan adat yang dilakukan berdasarkan rasa cinta kasih guna merapatkan hubungan bathin dalam persaudaraan yang umum. Menurut adat sampai sekarang juga tetap terpelihara dengan baik, adalah suatu kebiasaan yang dianggap luhur untuk tidak menyebut nama secara langsung  kecuali bagi orang atau saudara yang umurnya jauh lebih muda. Padahal kebiasaan untuk membuat nama pada orang Karo juga merupakan suatu upacara yang dilakukan oleh orang yang dituakan dan dikhususkan tugasnya oleh adat dan apalagi kemudian hari dilaksanakan pergantian nama itu, akan diumumkan kepada masyarakat luas (teman sekampung) dengan membagikan gula dan kelapa sebagai tanda pegingat.

            Pemakaian rurun pada awalnya sangat dominan pada masyarakat Karo di wilayah Singalur Lau dan di wilayah Berneh dan kurang umum di wilayah Karo Julu (Berastagi, Kabanjahe dan sekitarnya), di wilayah Karo Liang Melas (Bahorok, Marike, Telagah dan sekitarnya), di wilayah Karo Jahe (Sibolangit, Sibiru-biru, Delitua, sampai dengan Hamparan Perak dan sekitarnya) namun pada zaman sekarang semua manusia termasuk orang karo sudah sangat mobile kemana-mana, menjadikan pemakaian rurun ini bisa ditemukan dimana-mana pula.

            Adapun rurun-rurun yang dimaksud, sesuai dengan kelompok-kelompok marga yang ada pada masyarakat Karo dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Rurun-rurun marga Karo-karo, yaitu: CINOR = Karo-karo Kaban;  GANDING = Karo-karo Sitepu; GUTTAR = Karo-karo Surbakti i Kuta Buluh; MITUT/MODUL = Karo-Karo Kacaribu; PUHU = Karo-karo Purba; GETAH = Karo-karo Kaban; MAKOI = Karo-karo Sitepu Naman; MANGKOK/SUANG = Sinulingga; TABONG = Karo-karo Sinuraya;  KOLAM = Karo Karo Ketaren; dan mungkin masih ada banyak lagi.

2. Rurun-rurun marga Ginting, yaitu: CIAK = Ginting Suka; LAJOR = Ginting Tumangger; LAYUK = Ginting Jadibata; MBURAK = Ginting Munthe; SUKA = Ginting Suka; JAWI = Ginting Jadibata; RAGA/ GURAH = Ginting Sugihen; GAJUT/DOKAN = Ginting Babo; MENGAT = Ginting Manik; dan mungkin masih ada yang lain.

3. Rurun-rurun marga Sembiring, yaitu: JEMPUT = Sembiring Milala Sibayak Sarinembah; KAWAR = Sembiring Berahmana; RONGKAM = Sembiring Kembaren; SUKAT/JAMBE = Sembiring Milala; PELCIK = Sembiring Milala Sarinembah; GANDI = Sembiring Depari; POLA = Sembiring Depari; TOGONG = Sembiring Depari; SAMPERAYA/RAMBAH = Sembiring Kembaren; BAJI = Sembiring Pelawi; NAYAN = Sembiring Gurukinayan; ROPO = Sembiring Sinulaki; GOMBANG/GODOK = Sembiring Pandia; GAWAH = Sembiring Depari; PASIR = Sembiring Maha; dan mungkin beberapa lagi yang lain.

4. Rurun-rurun margaTarigan Mergana, yaitu: BATU = Tarigan Sibero; KAWAS = Tarigan Sibero Rumah Jahe Juhar; MONDAN = Tarigan Gersang di Pergendangen, juga untuk Tarigan Tua; TARIK = Tarigan Sibro; SEGAR = Tarigan Silangit; dan yang lainnya.

5. Rurun-rurun marga Perangin-angin, yaitu: BALANDUA/NDUA/RABUN = Perangin-angin Sebayang; GADING = Perangin-angin Beliler; GANTANG = Perangin-angin; MORAH = Perangin-angin Jinabun; KERANGEN/RIMBUN= Perangin-angin Singarimbun; TEGER = Perangin-angin Bangun; JAREN = Perangin-angin Pinem; MBAKO/CEGAH = Peranginangin Pinem; TANGKO = Perangin-angin Sinurat; GANTANG = Perangin-angin Sukatendel; BELINGKING = Perangin-angin Jambur Beringen; GUNI = Perangin-angin Jinabun; JAMBOR = Perangin-angin Pencawan; NJORANG = Perangin-angin Kacinambun; dan yang lainnya.

6. Rurun-rurun Beru Karo, yaitu: NUHAR = Beru Karo Purba; CORAH/REBO = Beru Karo Sinulingga; GODA = Beru Karo-karo Sitepu; AME KERTAH ERNALA = Beru Ketaren; MEGOH = Beru Karo Surbakti di Kuta Buluh; NGERBO = Beru Karo Kacaribu; TOPAN = Beru Kaban; LEBENG = Beru Karo Sinuraya; dan yang lainnya.

7. Rurun-rurun Beru Ginting, yaitu: SULNGAM = Beru Ginting Suka; TADI = Beru Ginting Manik; UNJUK = Beru Ginting Munte; TEGA = Beru Ginting Tumangger; MERIH = Beru Ginting Babo; SUNGAM = Beru Ginting Sugihen; NGGORE/NURIH = Br. Ginting Rumah Berneh; dan yang lain mungkin belum terangkat dalam tulisan ini.

8. Rurun-rurun Beru Sembiring, yaitu: ROGOT/ROGAT = Beru Sembiring Guru Kinayan; LENCANG = Beru Sembiring Sinulaki; TAJAK/TALAH = Beru Sembiring Depari; TEKANG = Beru Sembiring Milala; NANIT/ DALING = Beru Sembiring Maha; LEGAM = Beru Sembiring Depari; MAGAR = Nini Sembiring Berahmana Limang; LOKO = Beru Sembiring Kembaren; LAWI = Beru Sembiring Pelawi; TAWAN = Beru Sembiring Berahmana; dan yang lainnya.

9. Rurun-rurun Beru Tarigan, yaitu: DOMBAT = Beru Tarigan Rumah Jahe Juhar juga dipakai untuk Beru Tarigan Silangit; PAGIT = Beru Tarigan Sibero Juhar; KERNA = Beru Tarigan Sibero Rumah Julu; OMBAR = Beru Tarigan Gersang Pergendangen; LUMBUNG = Beru Tarigan Sibero Rumah Lateng; dan seterusnya.

10. Rurun-rurun Perangin-angin, yaitu:  AMO= Beru Perangin-angin Jambur Beringen; GIRIK = Beru Perangin-angin Bangun; GOMOK = Beru Perangin-angin (Sukatendel) Kuta Buluh; JENGOK = Beru Perangin-angin Sebayang; LOMPOH = Beru Perangin-angin Pinem; OKUP = Nini Perangin-angin Bangun; TANGGAM = Beru Perangin-angin Jinabun; NGEMBAN = Beru Perangin-angin Sinurat; PICET = Beru Perangin-angin Jinabun; dan yang lainnya yang belum terangkat disini.

            Nah, Pembaca yang budiman, kiranya tulisan singkat ini dapat menambah pengetahuan kita bersama. Kalau ada teman, sanak famili atau teman sejawat kita yang berasal dari latar belakang berbudaya bukan Karo menjumpai kita dengan marga atau beru sebagaimana disebut diatas, dan memanggil kita dengan nama rusun tersebut, jangan mengatakan “nama apaan tuh?”. Pastikanlah bibir tersenyum simpul dan bertanya, ”dari mana kamu tahu?”. Semoga tegur sapa yang diawali dengan memakai panggilan rurun tersebut dapat membangun hubungan yang terjalin semakin akrab serta menjadikannya menjadi persahabatan yang kental. Dan mungkin lebih baik memakai nama rurun daripada nama-nama alias yang nampaknya keren, namun apabila dicari artinya toh tak berbeda jauh dari arti-arti rurun tersebut.

            Akhir kata, benar sekali apa yang dulu dikatakan Pa Bahung, katanya : “sitandan me kite-kitena kita banci sikeleng-kelengen,  la siangkan me erban melukah kita sikeng-kengen” (Tak kenal maka tak sayang).

ANDING-ANDINGEN



ANDING-ANDINGEN


Turi-turin, Ndung-ndungen, Doah (Didong), Mangmang, Pedah-pedah, ”Perngandungen” bage pe Anding-andingen (perumpaman), e me erbage-bage kesemalen  adat ibas ngaturken kata jadi belas-belas si mehuli  guna nehken kata ajar, pengalamen tah pe ketangkasen, ibas kalak Karo si genduari enda enggo mulai bene ras erkiteken si e lanai megati ipake jelma si genduari.

Kinibayaken kesemalen siadi e situhuna rugi adi sempat masap, apai ka adi ergancihken kemusilen kesemalen budaya si deban, seumpama ”rap” ibas bangsa Negro nari tah pe lagu-lagu ”batu ging-ging” (rock) i bas bangsa-bangsa Eropah nari.

Pustaka Sibadia jine ncidahken, maka erbage-bage sastra lit itengah-tengah kalak Israel, umpamana: legenda (turi-turin), sejarah, puisi, hukum, ramalan (pertendungen), saga (turi-turin kerna kinimbisan), cerita lucu (jagar-jagar, kanam-kanam), surat, pidato (cakap simbelin), kepentaren ibas nggeluh, kisah panggilan (turi-turin penabalen), kisah mukjizat bag epe wahyu (ketangkasen).  Adi si perdiateken alu megermet, situhuna kesemalen kalak Israel e ndeher enteh pe narus bali nge ras kesemalenta kalak Karo ibas masa-masa siadi.

Adi siperdiateken alu megermet, anding-andingen e banci ipelain ku terpuk-terpukna, e me kap:

1. Anding-andingen (perumpaman) ibas tempas belas-belas ”siniiandingken” guna ”siniikataken”, umpamana: ”bagi si ngersak kambing, beritana ngersak tapi nahe erdalin”, ”bagi cingkam i tengah kerangen, asa metua ladat kiskisen”, ”bagi endek tupung las wari, molah-olah la ertinali, cibal la ringan", ”bagi kaperas lau mambang, lenga galang pe enggo piran, ”bagi tinaruh ibas gargar, la ermata la ercuping, la ertan la ernahe, epe petiktik, apaika kita manusia si ermata ras ercuping, erbabah, ertan ras ernahe", ras si debanna.

2. Anding-andingen ibas tempas  leben ”si niikataken” e maka iterusken ”si iandingken”, umpamana: ”sukar, adi lalu peniwet duri”, ”muat beritana bagi si ngersak kambing”, ”marpar merap bagi kotor kambing bas ben wari” ras seterusna. 

3. Anding-andingen ibas tempas ija belas-belas ibassa ”siniiandingken” ras ”siniiandingken saja, ”sini atena ikatakenna,  si megi-megi singukurkensa, umpamana: ”bagi galuh si leuh, matahna tasak, tasakna macik”, siageng-agengen radu mbiring, sikuning-kuningen radu megersing”.

4. Anding-andingen ibas tempas ija belas-belas  ibassa ”siniikataken” ras ”siniikataken”, umpamana: ”adi ngalo la rido, ugape nggalar ka la rutang”, ”seribu gia pande kudin, talu nge ibahan sekalak saja pande kah-kah", ”anceng pitu kuta”, ”baling-baling tetap ngalaken angin” ras si debanna.

 Adi serpenulih kita ku Pustaka Sibadia, anding-andingen si nggeluh ibas kesemalen kalak Israel me si ipake Jesus jadi kinibayaken ibas Ia nehken kataNa, umpamana banci sinehen ibas Mrk 4:1-20, Mat. 18: 21-35, Mat 25:14-30 bage pe ibas Luk.15:1-22  ras tentu melala denga si debanna.

Anding-andingen e selaku belas-belas simehuli, adi ndube ikataken cakap si rorat, gunana e me kap gelah kata ajar, pengalamen tah pe pedah-pedah si niikataken, melukah ipepanken ibas pusuh, erkesah guna igermeti janah melukah ka ngeralinggungikensa kempak kalak si deban jadi sada pengajaren. 

Salu bage ibas masa siadi, tua-tuanta tuhu-tuhu enggo makeken kiat ibas ngerana: metenget megi berita, megermet nehken berita, la mastiken si la pasti ras pentar muat erti.

Engkai maka manusia-manusia jaman si genduari enggo salih ibas ngerana si megati cakap tekas akapna maka payo si maun-mauan la terbedaken apai belas-belas apai perkas!

Iteruh enda, isuratken kami piga-piga anding-andingen, siniiarapken jadi persinget banta
nginget-nginget anding-andingen sideban gelah terbuen jadi kinibayaken belas-belasta.

Bagi babi elah kenca man nundalken pelangkah”: kalak si tupung la perlu, minter nundalken teman enteh pe orangtuana.

Bagi babi, sangap mupus liah ngajar”: ikataken kerna kalak si enterem anak ipupusna tapi la ngasup ngajarkensa.

Erbuat bengket bagi tutup abal-abal”: kalak si susah erkiteken perbahanenna jine.

Runggun si rembang abu”: runggun si la erpepah, la jelas ija benanana ija pendungina.

Bagi cingkam ngagahken beratna”: ituriken kempak kalak mecembua, nganggarken si la lit ertina.

Bagi ajek-ajek beru ginting”: mejile, rapat lanai terpilasi.

Bagi singalaken matawari”: perbahanen si sia-sia, ngelawan kalak si tuhu-tuhu mbisa.

Bagi babi malar-malar anakna”: ituriken kempak perbulangen/ndehara si la sahun sirang erkiteken ngukurken nasib anakna jine.

Bagi angguk i tengah berngi”: la niakap man perdiatenken erkiteken ibelasken tupung la sentudu paksana.

Aras jadi namo, namo jadi aras”: nuriken kerna pergeluh si la tetap. Kalak si mbisa banci ndabuh jadi kalak si meteruk, kalak si meteruk banci jadi mbisa.

Ate tungir asa lagan”: kalak si la nandai bana.

Ate ngerauk njemput pe lang”: merangap.

 Bagi nangka ronding, bagi jambe Juhar”: gelgel-gelgel saja tading i peken lalit si mbabasa ku jambur (ku pelaminen).

 Bagi ranting gara, si gara nge maka igestungken”: pengurus/serayan si rajin nge si isuruh-suruh ras maun-maun i junguti enteh pe irawai.

Bagi beru ginting, elah man maka nggiling”: kalak si la ngeteh paksa si sentudu ibas ncibalken sada perbahanen si mehuli.

 Labo tergurui buaya erkeneng, la man ajaren markisah nggawang”: ula ajari kalak si beluh ibas baginna.

Bagi beru Tarigan beluh ngagaki, nakan temue si lenga reh pe enggo itanggerna”: tutus ras erpengagak.

Teraku-aku bagi tai megulang”: ngaku-ngaku aku, piah dat kesuliten.

 Bagi singalis padang, ialis tambah serbutna”: Ate ngelayani, nambahi kiniserbuten.

 Bagi ancit, adi sirang sitedehen, jumpa sitaguten, piah ersada bas gebuk api”: kalak ersenina si lenge, jumpa-jumpa i pengadilen.

Giring-giring tutup tumbana, sabah siantar tengah galungina, mbiring-mbiring gia rupana, babahna mbacar pengupulina”: Gia lit kurangna, lit ka kelebihenna.

Kucing nangko beltu-beltu, kambing ipekpeki”: lain sisalah, lain si niiukum.

Balik-baliken bagi bulung salagundi”: lain kata pedempak, lain kata petundal.

 Iluh mambur bagi tangge-tangge banban nguda: la erngadi-ngadi ngandung.

Labo diberu mejile si man daramen, pentang gia gelah erpengidah, pasek gia gelah erpemegi, cempang gia gelah beluh erdalin”: seakatan parasna perlu sigermeti pe pengkebetna.

          Bage me sitik si ngasup aku nuriken kerna anding-andingen asa pemetehku  lit.  Ngaku  nge aku maka aku pe manusia sigenduari nge simaun-maun labo lepas ibas  ngerana salu telkas ka. Tapi arah kita si singeten si lupanta ras-ras, mbera-mbera banci ka ras-ras kita terulin ku wari-wari pepagin arah ngerana sue ras oratna kita nggeluh, emaka reh masinnalah kata siniibelas ras  mejuah-juah kita kerina kerina si ngogesa.  Bujur.  

Minggu, 28 Oktober 2012

PEMBANGUNAN KEMBALI RUMAH GUGUNG BERJALAN MULUS


PEMBANGUNAN KEMBALI RUMAH GUGUNG
BERJALAN MULUS

BETLEHEM KETAREN (BERASTAGI)

Pembangunan kembali Rumah Gugung di kesain Gereja katolik St. Fransiskus Asisi Berastagi yang dimulai pada tanggal 15 Mei 2012 (baca Sora Sirulo edisi XLVI) berjalan lancar, bahkan Ngampeken Tekang sebagai pekerjaan terberat dalam membangun rumah adat Karo sudah dapat terlaksana dengan baik sebagaimana dilakukan pada tanggal 4 Juni yang lalu (lih. kolom Budaya Sora Sirulo Net).

Kelancaran pembangunan kembali Rumah Gugung yang dulu berdiri di Desa Dokan Kec. Merek ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak mulai dari Rajin Ginting, Suranta Sitepu, Bastanta Sitepu, Enuh Ginting, Yahya Surya Ginting, Kasim Sitepu, Bangsa Sitepu,  sebagai pemilik/pewaris rumah yang dengan senang hati menghibahkan rumah ini, Jeremia Ginting selaku Kepala Desa Dokan dan Rejeki Ginting selaku Porhanger Stasi Dokan  yang senantiasa memberi hati dalam menjalin tali rasa.

 Dinasti Sitepu, S.Sos selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan DR. (HC) Kena Ukur Surbakti Karo Jambi selaku Bupati Karo dengan ijin dan arahan-arahannyanya.

Tabloid Sora Sirulo serta Sora Sirulo.Net juga besar sekali peranannya dalam mempublikasikan semua tahapan restorasi rumah ini sehingga dapat berjalan dengan sungguh baik.

Sebagaimana terlihat dalam gambar dibelakang fose P. Leo Joosten Ginting bersama utusun Tirto Utomo Foundation yang sedang belajar arsitektur rumah adat Karo, bambu-bambu sebagai rangka atap dan kayu-kayu orisinil telah disusun rapi, pertanda pekerjaan-pekerjaan halus lainnya akan sudah dengan mudah dapat dilakukan.

“Kita sangat bersukur dengan hibah rumah ini. Kayu-kayu, ijuk bahkan bambu-bambunya 90% ternyata masih dapat dipakai, maka karya restorasi ini sangat mahal nilainya dari sudut permuseuman” demikian berkali-kali diucapkan P. Leo kepada Tabloid Sora Sirulo.

Memang benar apa yang dikatakan P. Leo Joosten. Tabloid Sora Sirulo mencatat mungkin baru kali ini ada pembangunan ulang rumah adat Karo berhasil dengan bongkar satu bangun satu. Kita mendengar di Sukajulu untuk membangun kembali satu rumah adat Karo memerlukan beberapa rumah adat harus dibongkar untuk bahan-bahannya yang masih terpakai disatukan, demikian juga halnya dengan pembangunan kembali Rumah Tersek di Balige. Maka sudah tentu semua pihak pada tataran masyarakat Karo patut bersyukur dengan restorasi rumah Gugung di Berastagi ini.

Ayo-ayo Warna Benalu Siap Dipasang

Selain ada pande tukang sedang mengerjakan ukiran Embun Sikawiten i Kapal-kapal rumah, beberapa orang lagi menaikkan anak-anak kayu sebagai bantalan lantai. Ayo-ayo rumah dengan warna Benalu (Benang Telu Rupa): Merah, Putih dan Hitam sudah siap dinaikkan di dua ruang diatas rumah. Tukang sedang melukis kata: “Rumah Gugung” dan “Mejuah-juah” pada ayo-ayo sebelum dinaikkan.

Ayo-ayo yang terbuat dari ayaman bambu ini terlihat demikian artistik dan dengan ketiga warna ini sengaja dibuat menjadi simbol “raleng tendi” sebagai doa dan harapan mbera kurumah tendi dingen malem me ate kerina kalak si reh ngenehen rumah adat ini.

Dengan kelancaran dan kemulusan pembangunan yang sedang dikerjakan ini, besar kemungkinan pembangunan kembali Rumah Gugung akan selesai pada Desember 2012 sebagaimana ditargetkan Lembaga Pusaka Karo dan Tirto Utomo Foundation. Semoga.