Senin, 29 Oktober 2012

RURUN, IDENTITAS KARO YANG UNIK

 RURUN, IDENTITAS KARO YANG UNIK

(Betlehem Ketaren)

Sesungguhnya masyarakat Karo memiliki seni budaya yang amat kaya, merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan bahwa kebudayaan Karo merupakan salah satu khazanah kebudayaan Nasional, memiliki keunikan serta daya tarik tersendiri, juga tidak perlu disangkal. Kebudayaan Karo sebagai suatu “local genius” juga harus berhadapan dengan kebudayaan global dengan buah simalakama-nya, yang bila response terlalu besar dan challance terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi sedangkan bila terlalu challance besar dan response terlalu kecil akan mengalami kehancuran, juga merupakan bagian ritme bahkan irama kehidupannya yang konkrit.

               Kalau kita tinggal di Padang Bulan atau di Kampung Lalang, atau mungkin pergi dan berdiam di Cililitan atau juga di Peninggaran di Jakarta dimana banyak orang Karo berdiam dan tentu dapat menemukan orang yang berasal dari daerah Singalur Lau (Tiga Binanga dan sekitarnya), maka kita akan sering mendengar orangtua memanggil anakna, pemuda menyapa pemudi dengan nama alias yang disebut dengan “rurun”.
          Kata rurun berasal dari kata “uru-urun”, menurut Karo-Indonesia sebagaimana ditulis Darwin Prinst (Bina Media, Medan 2002), berarti “nama panggilan”, “julukan” atau “nama julukan”, yang ditujukan guna “menggoda”, “mengolok-olok”, “meledek” atau dalam bahasa Karo disebut dengan “nguru”.

            Dalam kehidupan masyarakat Karo, perbuatan mengolok-ngolok, meledek atau menggoda dengan rurun ini merupakan perbuatan berdasarkan kebiasaan adat yang dilakukan berdasarkan rasa cinta kasih guna merapatkan hubungan bathin dalam persaudaraan yang umum. Menurut adat sampai sekarang juga tetap terpelihara dengan baik, adalah suatu kebiasaan yang dianggap luhur untuk tidak menyebut nama secara langsung  kecuali bagi orang atau saudara yang umurnya jauh lebih muda. Padahal kebiasaan untuk membuat nama pada orang Karo juga merupakan suatu upacara yang dilakukan oleh orang yang dituakan dan dikhususkan tugasnya oleh adat dan apalagi kemudian hari dilaksanakan pergantian nama itu, akan diumumkan kepada masyarakat luas (teman sekampung) dengan membagikan gula dan kelapa sebagai tanda pegingat.

            Pemakaian rurun pada awalnya sangat dominan pada masyarakat Karo di wilayah Singalur Lau dan di wilayah Berneh dan kurang umum di wilayah Karo Julu (Berastagi, Kabanjahe dan sekitarnya), di wilayah Karo Liang Melas (Bahorok, Marike, Telagah dan sekitarnya), di wilayah Karo Jahe (Sibolangit, Sibiru-biru, Delitua, sampai dengan Hamparan Perak dan sekitarnya) namun pada zaman sekarang semua manusia termasuk orang karo sudah sangat mobile kemana-mana, menjadikan pemakaian rurun ini bisa ditemukan dimana-mana pula.

            Adapun rurun-rurun yang dimaksud, sesuai dengan kelompok-kelompok marga yang ada pada masyarakat Karo dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Rurun-rurun marga Karo-karo, yaitu: CINOR = Karo-karo Kaban;  GANDING = Karo-karo Sitepu; GUTTAR = Karo-karo Surbakti i Kuta Buluh; MITUT/MODUL = Karo-Karo Kacaribu; PUHU = Karo-karo Purba; GETAH = Karo-karo Kaban; MAKOI = Karo-karo Sitepu Naman; MANGKOK/SUANG = Sinulingga; TABONG = Karo-karo Sinuraya;  KOLAM = Karo Karo Ketaren; dan mungkin masih ada banyak lagi.

2. Rurun-rurun marga Ginting, yaitu: CIAK = Ginting Suka; LAJOR = Ginting Tumangger; LAYUK = Ginting Jadibata; MBURAK = Ginting Munthe; SUKA = Ginting Suka; JAWI = Ginting Jadibata; RAGA/ GURAH = Ginting Sugihen; GAJUT/DOKAN = Ginting Babo; MENGAT = Ginting Manik; dan mungkin masih ada yang lain.

3. Rurun-rurun marga Sembiring, yaitu: JEMPUT = Sembiring Milala Sibayak Sarinembah; KAWAR = Sembiring Berahmana; RONGKAM = Sembiring Kembaren; SUKAT/JAMBE = Sembiring Milala; PELCIK = Sembiring Milala Sarinembah; GANDI = Sembiring Depari; POLA = Sembiring Depari; TOGONG = Sembiring Depari; SAMPERAYA/RAMBAH = Sembiring Kembaren; BAJI = Sembiring Pelawi; NAYAN = Sembiring Gurukinayan; ROPO = Sembiring Sinulaki; GOMBANG/GODOK = Sembiring Pandia; GAWAH = Sembiring Depari; PASIR = Sembiring Maha; dan mungkin beberapa lagi yang lain.

4. Rurun-rurun margaTarigan Mergana, yaitu: BATU = Tarigan Sibero; KAWAS = Tarigan Sibero Rumah Jahe Juhar; MONDAN = Tarigan Gersang di Pergendangen, juga untuk Tarigan Tua; TARIK = Tarigan Sibro; SEGAR = Tarigan Silangit; dan yang lainnya.

5. Rurun-rurun marga Perangin-angin, yaitu: BALANDUA/NDUA/RABUN = Perangin-angin Sebayang; GADING = Perangin-angin Beliler; GANTANG = Perangin-angin; MORAH = Perangin-angin Jinabun; KERANGEN/RIMBUN= Perangin-angin Singarimbun; TEGER = Perangin-angin Bangun; JAREN = Perangin-angin Pinem; MBAKO/CEGAH = Peranginangin Pinem; TANGKO = Perangin-angin Sinurat; GANTANG = Perangin-angin Sukatendel; BELINGKING = Perangin-angin Jambur Beringen; GUNI = Perangin-angin Jinabun; JAMBOR = Perangin-angin Pencawan; NJORANG = Perangin-angin Kacinambun; dan yang lainnya.

6. Rurun-rurun Beru Karo, yaitu: NUHAR = Beru Karo Purba; CORAH/REBO = Beru Karo Sinulingga; GODA = Beru Karo-karo Sitepu; AME KERTAH ERNALA = Beru Ketaren; MEGOH = Beru Karo Surbakti di Kuta Buluh; NGERBO = Beru Karo Kacaribu; TOPAN = Beru Kaban; LEBENG = Beru Karo Sinuraya; dan yang lainnya.

7. Rurun-rurun Beru Ginting, yaitu: SULNGAM = Beru Ginting Suka; TADI = Beru Ginting Manik; UNJUK = Beru Ginting Munte; TEGA = Beru Ginting Tumangger; MERIH = Beru Ginting Babo; SUNGAM = Beru Ginting Sugihen; NGGORE/NURIH = Br. Ginting Rumah Berneh; dan yang lain mungkin belum terangkat dalam tulisan ini.

8. Rurun-rurun Beru Sembiring, yaitu: ROGOT/ROGAT = Beru Sembiring Guru Kinayan; LENCANG = Beru Sembiring Sinulaki; TAJAK/TALAH = Beru Sembiring Depari; TEKANG = Beru Sembiring Milala; NANIT/ DALING = Beru Sembiring Maha; LEGAM = Beru Sembiring Depari; MAGAR = Nini Sembiring Berahmana Limang; LOKO = Beru Sembiring Kembaren; LAWI = Beru Sembiring Pelawi; TAWAN = Beru Sembiring Berahmana; dan yang lainnya.

9. Rurun-rurun Beru Tarigan, yaitu: DOMBAT = Beru Tarigan Rumah Jahe Juhar juga dipakai untuk Beru Tarigan Silangit; PAGIT = Beru Tarigan Sibero Juhar; KERNA = Beru Tarigan Sibero Rumah Julu; OMBAR = Beru Tarigan Gersang Pergendangen; LUMBUNG = Beru Tarigan Sibero Rumah Lateng; dan seterusnya.

10. Rurun-rurun Perangin-angin, yaitu:  AMO= Beru Perangin-angin Jambur Beringen; GIRIK = Beru Perangin-angin Bangun; GOMOK = Beru Perangin-angin (Sukatendel) Kuta Buluh; JENGOK = Beru Perangin-angin Sebayang; LOMPOH = Beru Perangin-angin Pinem; OKUP = Nini Perangin-angin Bangun; TANGGAM = Beru Perangin-angin Jinabun; NGEMBAN = Beru Perangin-angin Sinurat; PICET = Beru Perangin-angin Jinabun; dan yang lainnya yang belum terangkat disini.

            Nah, Pembaca yang budiman, kiranya tulisan singkat ini dapat menambah pengetahuan kita bersama. Kalau ada teman, sanak famili atau teman sejawat kita yang berasal dari latar belakang berbudaya bukan Karo menjumpai kita dengan marga atau beru sebagaimana disebut diatas, dan memanggil kita dengan nama rusun tersebut, jangan mengatakan “nama apaan tuh?”. Pastikanlah bibir tersenyum simpul dan bertanya, ”dari mana kamu tahu?”. Semoga tegur sapa yang diawali dengan memakai panggilan rurun tersebut dapat membangun hubungan yang terjalin semakin akrab serta menjadikannya menjadi persahabatan yang kental. Dan mungkin lebih baik memakai nama rurun daripada nama-nama alias yang nampaknya keren, namun apabila dicari artinya toh tak berbeda jauh dari arti-arti rurun tersebut.

            Akhir kata, benar sekali apa yang dulu dikatakan Pa Bahung, katanya : “sitandan me kite-kitena kita banci sikeleng-kelengen,  la siangkan me erban melukah kita sikeng-kengen” (Tak kenal maka tak sayang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar