RURUN, IDENTITAS KARO YANG UNIK
(Betlehem Ketaren)
Sesungguhnya masyarakat Karo memiliki seni budaya yang amat
kaya, merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan bahwa
kebudayaan Karo merupakan salah satu khazanah kebudayaan Nasional,
memiliki keunikan serta daya tarik tersendiri, juga tidak perlu
disangkal. Kebudayaan Karo sebagai suatu “local genius” juga harus berhadapan dengan kebudayaan global dengan buah simalakama-nya, yang bila response terlalu besar dan challance terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi sedangkan bila terlalu challance besar dan response terlalu kecil akan mengalami kehancuran, juga merupakan bagian ritme bahkan irama kehidupannya yang konkrit.
Kalau kita tinggal di Padang Bulan atau di Kampung Lalang, atau mungkin
pergi dan berdiam di Cililitan atau juga di Peninggaran di Jakarta
dimana banyak orang Karo berdiam dan tentu dapat menemukan orang yang
berasal dari daerah Singalur Lau (Tiga Binanga dan sekitarnya), maka
kita akan sering mendengar orangtua memanggil anakna, pemuda menyapa
pemudi dengan nama alias yang disebut dengan “rurun”.
Kata rurun berasal dari kata “uru-urun”, menurut Karo-Indonesia
sebagaimana ditulis Darwin Prinst (Bina Media, Medan 2002), berarti “nama panggilan”, “julukan” atau “nama julukan”, yang ditujukan guna “menggoda”, “mengolok-olok”, “meledek” atau dalam bahasa Karo disebut dengan “nguru”.
Dalam kehidupan masyarakat Karo, perbuatan mengolok-ngolok, meledek
atau menggoda dengan rurun ini merupakan perbuatan berdasarkan kebiasaan
adat yang dilakukan berdasarkan rasa cinta kasih guna merapatkan
hubungan bathin dalam persaudaraan yang umum. Menurut adat sampai
sekarang juga tetap terpelihara dengan baik, adalah suatu kebiasaan yang
dianggap luhur untuk tidak menyebut nama secara langsung kecuali bagi
orang atau saudara yang umurnya jauh lebih muda. Padahal kebiasaan untuk
membuat nama pada orang Karo juga merupakan suatu upacara yang
dilakukan oleh orang yang dituakan dan dikhususkan tugasnya oleh adat
dan apalagi kemudian hari dilaksanakan pergantian nama itu, akan
diumumkan kepada masyarakat luas (teman sekampung) dengan membagikan
gula dan kelapa sebagai tanda pegingat.
Pemakaian rurun pada awalnya sangat dominan pada masyarakat Karo di
wilayah Singalur Lau dan di wilayah Berneh dan kurang umum di wilayah
Karo Julu (Berastagi, Kabanjahe dan sekitarnya), di wilayah Karo Liang
Melas (Bahorok, Marike, Telagah dan sekitarnya), di wilayah Karo Jahe
(Sibolangit, Sibiru-biru, Delitua, sampai dengan Hamparan Perak dan
sekitarnya) namun pada zaman sekarang semua manusia termasuk orang karo
sudah sangat mobile kemana-mana, menjadikan pemakaian rurun ini bisa ditemukan dimana-mana pula.
Adapun rurun-rurun yang dimaksud, sesuai dengan kelompok-kelompok marga
yang ada pada masyarakat Karo dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.
Rurun-rurun marga Karo-karo, yaitu: CINOR = Karo-karo Kaban; GANDING =
Karo-karo Sitepu; GUTTAR = Karo-karo Surbakti i Kuta Buluh; MITUT/MODUL
= Karo-Karo Kacaribu; PUHU = Karo-karo Purba; GETAH = Karo-karo Kaban;
MAKOI = Karo-karo Sitepu Naman; MANGKOK/SUANG = Sinulingga; TABONG =
Karo-karo Sinuraya; KOLAM = Karo Karo Ketaren; dan mungkin masih ada
banyak lagi.
2. Rurun-rurun marga Ginting, yaitu: CIAK =
Ginting Suka; LAJOR = Ginting Tumangger; LAYUK = Ginting Jadibata;
MBURAK = Ginting Munthe; SUKA = Ginting Suka; JAWI = Ginting Jadibata;
RAGA/ GURAH = Ginting Sugihen; GAJUT/DOKAN = Ginting Babo; MENGAT =
Ginting Manik; dan mungkin masih ada yang lain.
3.
Rurun-rurun marga Sembiring, yaitu: JEMPUT = Sembiring Milala Sibayak
Sarinembah; KAWAR = Sembiring Berahmana; RONGKAM = Sembiring Kembaren;
SUKAT/JAMBE = Sembiring Milala; PELCIK = Sembiring Milala Sarinembah;
GANDI = Sembiring Depari; POLA = Sembiring Depari; TOGONG = Sembiring
Depari; SAMPERAYA/RAMBAH = Sembiring Kembaren; BAJI = Sembiring Pelawi;
NAYAN = Sembiring Gurukinayan; ROPO = Sembiring Sinulaki; GOMBANG/GODOK =
Sembiring Pandia; GAWAH = Sembiring Depari; PASIR = Sembiring Maha; dan
mungkin beberapa lagi yang lain.
4. Rurun-rurun
margaTarigan Mergana, yaitu: BATU = Tarigan Sibero; KAWAS = Tarigan
Sibero Rumah Jahe Juhar; MONDAN = Tarigan Gersang di Pergendangen, juga
untuk Tarigan Tua; TARIK = Tarigan Sibro; SEGAR = Tarigan Silangit; dan
yang lainnya.
5. Rurun-rurun marga Perangin-angin, yaitu:
BALANDUA/NDUA/RABUN = Perangin-angin Sebayang; GADING = Perangin-angin
Beliler; GANTANG = Perangin-angin; MORAH = Perangin-angin Jinabun;
KERANGEN/RIMBUN= Perangin-angin Singarimbun; TEGER = Perangin-angin
Bangun; JAREN = Perangin-angin Pinem; MBAKO/CEGAH = Peranginangin Pinem;
TANGKO = Perangin-angin Sinurat; GANTANG = Perangin-angin Sukatendel;
BELINGKING = Perangin-angin Jambur Beringen; GUNI = Perangin-angin
Jinabun; JAMBOR = Perangin-angin Pencawan; NJORANG = Perangin-angin
Kacinambun; dan yang lainnya.
6. Rurun-rurun Beru Karo,
yaitu: NUHAR = Beru Karo Purba; CORAH/REBO = Beru Karo Sinulingga; GODA =
Beru Karo-karo Sitepu; AME KERTAH ERNALA = Beru Ketaren; MEGOH = Beru
Karo Surbakti di Kuta Buluh; NGERBO = Beru Karo Kacaribu; TOPAN = Beru
Kaban; LEBENG = Beru Karo Sinuraya; dan yang lainnya.
7.
Rurun-rurun Beru Ginting, yaitu: SULNGAM = Beru Ginting Suka; TADI =
Beru Ginting Manik; UNJUK = Beru Ginting Munte; TEGA = Beru Ginting
Tumangger; MERIH = Beru Ginting Babo; SUNGAM = Beru Ginting Sugihen;
NGGORE/NURIH = Br. Ginting Rumah Berneh; dan yang lain mungkin belum
terangkat dalam tulisan ini.
8. Rurun-rurun Beru
Sembiring, yaitu: ROGOT/ROGAT = Beru Sembiring Guru Kinayan; LENCANG =
Beru Sembiring Sinulaki; TAJAK/TALAH = Beru Sembiring Depari; TEKANG =
Beru Sembiring Milala; NANIT/ DALING = Beru Sembiring Maha; LEGAM = Beru
Sembiring Depari; MAGAR = Nini Sembiring Berahmana Limang; LOKO = Beru
Sembiring Kembaren; LAWI = Beru Sembiring Pelawi; TAWAN = Beru Sembiring
Berahmana; dan yang lainnya.
9. Rurun-rurun Beru Tarigan,
yaitu: DOMBAT = Beru Tarigan Rumah Jahe Juhar juga dipakai untuk Beru
Tarigan Silangit; PAGIT = Beru Tarigan Sibero Juhar; KERNA = Beru
Tarigan Sibero Rumah Julu; OMBAR = Beru Tarigan Gersang Pergendangen;
LUMBUNG = Beru Tarigan Sibero Rumah Lateng; dan seterusnya.
10.
Rurun-rurun Perangin-angin, yaitu: AMO= Beru Perangin-angin Jambur
Beringen; GIRIK = Beru Perangin-angin Bangun; GOMOK = Beru
Perangin-angin (Sukatendel) Kuta Buluh; JENGOK = Beru Perangin-angin
Sebayang; LOMPOH = Beru Perangin-angin Pinem; OKUP = Nini Perangin-angin
Bangun; TANGGAM = Beru Perangin-angin Jinabun; NGEMBAN = Beru
Perangin-angin Sinurat; PICET = Beru Perangin-angin Jinabun; dan yang
lainnya yang belum terangkat disini.
Nah,
Pembaca yang budiman, kiranya tulisan singkat ini dapat menambah
pengetahuan kita bersama. Kalau ada teman, sanak famili atau teman
sejawat kita yang berasal dari latar belakang berbudaya bukan Karo
menjumpai kita dengan marga atau beru sebagaimana disebut diatas, dan
memanggil kita dengan nama rusun tersebut, jangan mengatakan “nama apaan
tuh?”. Pastikanlah bibir tersenyum simpul dan bertanya, ”dari mana kamu
tahu?”. Semoga tegur sapa yang diawali dengan memakai panggilan rurun
tersebut dapat membangun hubungan yang terjalin semakin akrab serta
menjadikannya menjadi persahabatan yang kental. Dan mungkin lebih baik
memakai nama rurun daripada nama-nama alias yang nampaknya keren, namun
apabila dicari artinya toh tak berbeda jauh dari arti-arti rurun
tersebut.
Akhir kata, benar sekali apa yang dulu dikatakan Pa Bahung, katanya : “sitandan me kite-kitena kita banci sikeleng-kelengen, la siangkan me erban melukah kita sikeng-kengen” (Tak kenal maka tak sayang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar